ESSAY I
FENOMENA DEPRESI
Setiap orang pasti akan mengalami
kesulitan hidup dan terkadang hal tersebut menjadi penyebab beberapa orang
mengalami putus asa dan membuatya depresi. Untuk itu pada kesempatan kali ini
saya akan mencoba membahas fenomena tentang depresi.
Depresi adalah gangguan mood (kondisi
emosional) berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir,
berperasaan dan berperilaku) seseorang dan kesulitan untuk berkomunikasi dengan
orang lain seolah ada penghalang yang tampak atau timbul tanpa alasan yang
jelas. Depresi dapat diartikan sebagai suatu reaksi yang berlebihan
terhadap suatu kejadian yang menjadi pemicunya. Depresi juga dapat diartikan
suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik :
rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponensomatik
: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi
sedikit menurun. Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh
seseorang tidak kunjung reda. Depresi yang dialami ini berkolerasi dengan
kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa seseorang. Pada umumnya, mood yang
secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.
Berikut beberapa faktor yang menyebabkan
seseorang mengalami depresi :
1.
Faktor
genetik
Seseorang yang dalam
keluarganya diketahui menderita depresi berat memiliki resiko lebih besar
menderita gangguan depresi daripada masyarakat
pada umumnya. Gen berpengaruh dalam terjadinya depresi, tetapi ada
banyak gen di dalam tubuh kita dan tidak ada seorangpun peneliti yang
mengetahui secara pasti bagaimana gen bekerja. Dan tidak ada bukti langsung
bahwa ada penyakit depresi yang disebabkan
oleh faktor keturunan.
2.
Susunan
kimia otak dan tubuh
Beberapa bahan kimia
di dalam otak dan tubuh memegang peranan yang
besar dalam mengendalikan emosi kita. Pada orang yang depresi ditemukan
adanya perubahan dalam jumlah bahan kimia tersebut. Hormon adenalin yang
memegang peranan utama dalam mengendalikan otak dan aktivitas tubuh, tampaknya
berkurang pada mereka yang mengalami depresi. Pada wanita, perubahan hormon dihubungkan dengan kelahiran
anak dan menopause juga dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi.
3.
Faktor
usia
Berbagai penelitian
mengungkapkan bahwa golongan usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih
banyak terkena depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada usia tersebut
terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting, yaitu peralihan dari masa anak-anak
kemasa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah ke masa kuliah atau bekerja,
serta masa pubertas hingga ke
pernikahan. Namun sekarang ini usia rata-rata penderita depresi semakin
menurun, yang menunjukkan bahwa remaja dan anak-anak semakin banyak yang
terkena depresi. Survei masyarakat terakhir melaporkan adanya prevalensi yang
tinggi dari gejala-gejala depresi pada golongan usia dewasa muda yaitu 18-44
tahun.
4.
Gender
Wanita dua kali lebih
sering terdiagnosis menderita depresi daripada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah terserang depresi,
bisa saja karena wanita lebih sering mengakui adanya depresi daripada pria. Dan
dokter lebih dapat mengenali depresi pada wanita. Bagaimanapun, tekanan pada
wanita yang mengarahkan pada depresi.
Misalnya, seorang diri dirumah dengan anak-anak kecil lebih arang ditemui pada
pria daripada wanita. Ada juga perubahan hormonal dalam siklus menstruasi yang
berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran dan juga menopause yang membuat
wanita lebih rentan menjadi depresi atau menjadi pemicu penyakit depresi.
5.
Gaya
hidup
Banyak kebiasaan dan
gaya hidup tidak sehat berdampak pada penyakit misalnya penyakit jantung juga
dapat memicu kecemasan dan depresi. Tingginya tingkat stress dan kecemasan
digabung dengan makanan yang tidak sehat dan kebiasaan tidur serta tidak
olahraga untuk jangka waktu yang lama dapat menjadi faktor beberapa orang yang
mengalami depresi penelitian menunjukkan bahwa kecemasan dan depresi
berhubungan dengan gaya hidup yang tidak sehat pada pasien berisiko penyakit
jantung. Gaya hidup yang tidak sehat misalnya tidur tidak teratur, makan tidak
teratur, pengawet dan pewarna buatan,
kurang berolahraga, merokok, dan minum-minuman keras.
6.
Penyakit
fisik
Penyakit fisik dapat
menyebabkan depresi. Perasaan terkejut karena mengetahui kita memiliki penyakit
serius dapat mengarahkan pada hilangnya kepercayaan diri dan penghargaan diri,
juga depresi. Alasan terjadinya depresi cukup kompleks. Misalnya, depresi sering
terjadi setelah serangan jantung, mungkin karena seseorang merasa mereka baru
saja mengalami kejadian yang dapat menyebabkan kematian atau karena mereka
tiba-tiba menjadi orang yang tidak
berdaya. Pada individu lanjut usia, penyakit fisik adalah penyebab yang
paling umum terjadinya depresi.
7.
Obat-obatan
Beberapa obat-obatan
untuk pengobatan dapat menyebabkan depresi. Namun bukan berarti obat tersebut menyebabkan
depresi, dan menghentikan pengobatan dapat lebih berbahaya daripada depresi.
8.
Obat-obatan
terlarang
Marijuana/Ganja,
Heroin/ Putauw, Kokain, Ekstasi dan Sabu-sabu.
9.
Sinar
matahari
Kebanyakan dari kita
merasa lebih baik dibawah sinar matahari daripada mendung, tetapi hal ini
sangat berpengaruh pada beberapa individu. Mereka baik-baik saja ketika musim panas tetapi
menjadi depresi ketika musim dingin. Mereka disebut menderita seasonal
affective disorder (SAD).
10.
Kepribadian
Aspek-aspek
kepribadian ikut pula mempengaruhi tinggi rendahnya depresi yang dialami serta
kerentanan terhadap depresi. Ada individu-individu yang lebih negative,
pesimis, juga tipe kepribadian.
Analisis
Depresi adalah gangguan mood (kondisi
emosional) berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir,
berperasaan, dan berperilaku) seseorang dan kesulitan untuk berkomunikasi
dengan orang lain seolah ada penghalang yang tampak atau timbul tanpa alasan
yang jelas.Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala fisik,
gejala psikis, dan gejala sosial yang khas. Orang yang mudah sekali mengalami
depresi biasanya memiliki beberapa kepribadian tertentu. Penderita depresi
memiliki ciri kepribadian yang berbeda dengan orang normal. Hal ini merupakan
pengaruh pikiran dari orang yang mengalami depresi tersebut terhadap situasi
sulit yang sedang dialaminya.
ESSAY II
HUBUNGAN
ANTARA KESEHATAN MENTAL DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL
Emosi adalah
hal yang sangat sering kita alami dalam hidup. Kita menganggap bahwa perasaan
marah, takut, sedih, senang, benci, cinta, antusias, bosan, dan sebagainya adalah
sebagai akibat dari atau hanya sekedar respon kita terhadap berbagai peristiwa
yang terjadi pada kita. Membahas soal emosi maka sangat kait
eratannya dengan memahami kecerdasan emosi (Emotional Quotient), dimana
merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadap
frustasi, mengendalikan dorongan hati (kegembiraan, kesedihan, kemarahan, dan
lain-lain) dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan
mampu mengendalikan stres.
Emosi dalam
makna paling harfiah didefinisikan dalam Oxford English Dictionary sebagai setiap
kegiatan atau pengelolaan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang
hebat, meluap-luap. Emosi merupakan sebuah pengalaman rasa, kita merasakan
adanya emosi, kita tidak sekedar memikirkannya. Ketika seseorang mengatakan
atau melakukan sesuatu yang secara pribadi penting untuk kita, maka emosi kita
akan meresponnya, biasanya diikuti dengan pikiran yang ada hubungannya
dengan perkataan tersebut, psikis, dan juga hasrat untuk melakukan sesuatu.
Kecerdasan emosional pertama kali
dilontarkan pada tahun 1990 oleh Peter Salovey dan John
Mayer, beberapa devinisi kecerdasan emosional menurut para ahli
sebagai mana dicatat oleh Achmad Pathoni sebagai berikut:
- Dalam buku karya Shapiro, Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
“himpunan bagian dari kecerdasan yang melibatkan kemampuan memantau
perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain,
memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing
pikiran dan tindakan”.
- Menurut Jeane Segal, kecerdasan emosional adalah
hubungan pribadi antar pribadi yang bertanggung jawab atas harga diri,
kesadaran diri, kepekaan sosial dan kemampuan adaptasi sosial.
- Menurut Robert K Cooper dalam bukunya
menjelaskan bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara
efektif menetapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,
informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi.
- Menurut Usman Najati mengartikan EQ (Emosional Quotient) sebagai
sebuah kecerdasan yang bisa memotivasi kondisi psikologis menjadi
pribadi-pribadi yang matang.
- Sedangkan menurut Danies Goleman mengartikan
kecerdasan emosional itu sebagai kemampuan untuk mengenali emosi diri
sendiri, mampu mengelola emosi, mampu memotivasi diri, mengenali emosi
orang lain dan membina hubungan dengan orang lain.
Sedangkan
kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan setiap
kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaaan, nafsu, setiap keadaan mental yang
meluap-luap yang di dasarkan pada pikiran yang sehat. Kecerdasan emosi merujuk
pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaaan orang lain ,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi, dengan baik
pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi adalah
kekuatan di balik singgasana intelektual”. Ia merupakan dasar-dasar pembentukan
emosi yang mencangkup ketrampilan anda untuk:
- Menunda kepuasan dan mengendalikan implus
- Tetap optimis jika berhadapan dengan kemalangan
- Menyalurkan emosi-emosi yang kuat secara efektif.
- Mampu memotivasi dan menjaga semangat disiplin diri
dalam usaha mencapai tujuan.
- Menangani kelemahan-kelemahan pribadi.
- Menunjukkan rasa empati pada orang lain.
- Membangun kecerdasan diri dan pemahaman pribadi.
Secara ringkas
kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi
yang meliputi motivasi, pengendalian diri, semangat, ketekunan yang termasuk di
dalamnya meliputi kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain, memiliki
rasa empati (membaca perasaan orang terdalam). IQ umumnya berhubungan dengan
kemampuan berpikir kritis dan analitis, dan diasosiasikan dengan otak kiri.
Sementara, EQ lebih banyak berhubungan dengan perasaan dan emosi (otak kanan).
Kalau ingin mendapatkan tingkah laku yang cerdas maka kemampuan emosi juga
harus diasah. Karena untuk dapat berhubungan dengan orang lain secara baik kita
memerlukan kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi diri dan orang lain
secara baik. Di sinilah fungsi dari kecerdasan emosi.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan emosioal sangat berhubungan dengan kesehatan
mental. Secara konvensional kecerdasan emosi diartikan sebagai kemapuan
individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah, serta mengelola dan
menguasai lingkungan secara efektif. Hal tersebut dapat diartikan bahwa, dengan
memiliki kesehatan mental yang baik, maka kemampuan individu tersebut dalam
pengendalian emosi seperti motivasi, pengendalian diri, dan interaksinya dengan
orang lain akan terbentuk dengan baik. Satu yang pasti, kecerdasan emosiolan
kita akan terbentuk dengan baik apabila dilatih dan dikembangkan secara
intensif dengan cara, metode dan waktu yang tepat.
Sumber referensi :
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk
Keperawatan. Jakarta: EGC
Basuki, A.M Heru. 2008. Psikologi
Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma
Riyanti, B.P Dwi, Prabowo,
Hendro.1998. Psikologi Umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.