Sabtu, 28 Maret 2015

Perbeaan Konsep Kesehatan Mental Barat & Timur

Antara model konsep barat dan model konsep  timur
§  Model kesehatan Barat yaitu model biomedis atau yang sering disebut sebagai model medis (Joesoef,1990; Freud, 1991, Helman, 1990, Tamm,1993), model Psikiatris (Helman,1990), dan model psikosomatis (Tamm,1993). Model kesehatan Timur umumnya disebut model kesehatan holistic (Joesoef,1990) yang menekankan pada keseimbangan (Helman,1990)
§  Model biomedis adalah berakar jauh pada pengobatan tradisional Yunani. Pengobatan ini dipengaruhi oleh filosofi Yunani, terutama dari pemikiran plato dan Aristoteles yang bersifat abstrak dan sistematis serta dijalankan rasional dan logis. Model biomedis (Freud,1991) memiliki 5 asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakini berada pada suatu bagian tubuh tertentu. Asumsi kedua adalah bahwa penyajit dapat direduksi pada gangguan fungsi tubuh, entar secara biokimia atau neurofisiologis. Asumsi ketiga adalah keyakinan bahwa setiap penyakit disebabkan oleh suatu agen khusus yang secara potensial dapat didefinisikan. Asumsu keempat adalah melihat tubuh sebagai suatu mesin. Asumsi kelima adalah konsep bahwa tubuh adalah objek yang perlu diatur dan dikontrol.
§  Model psikiatris (Helman,1990), sebenarnya masih berkaitan dengan model biomedis. Model ini pada dasarnya masih mendasarkan diri pada pencarian bukti-bukti fisik dari suatu penyakit dan penggunaan treatmen fisik (obat-obatan atau pembedahan) untuk mengoreksi abnormalitas.
§  Model psikosomatis (Tamm,1993), merupan model yang muncul kemudian karena adanya ketidak puasan terhadap model biomedis. Model ini dikembangkan oleh Helen Flanfers Dunbar sekitar tahun 1930-an.


Referensi
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental “Konsep, Cakupan dan Perkembangan”. Yogyakarta. Penerbit Andi

Notosoedirdjo, Moeljono, & Latipun (2002) Kesehatan Mental: Konsep dan

Jumat, 27 Maret 2015

Konsep Sehat

Sehat dan sakit adalah keadaan biopsikososial yang menyatu dengan kehidupan manusia. Pengenalan manusia terhadap kedua konsep ini kemungkinan bersamaan dengan pengenalannya terhadap kondisi dirinya. Keadaan sehat dan sakit tersebut terus terjadi, dan manusia akan memerankan sebagai orang yang sehat atau sakit.
Konsep sehat dan sakit merupakan bahasa kita sehari-hari, terjadi sepanjang sejarah manusia, dan dikenal di semua kebudayaan. Meskipun demikian untuk menentukan batasan-batasan secara eksak tidaklah mudah. Kesamaan atau kesepakatan pemahaman tentang sehat dan sakit secara universal adalah sangat sulit dicapai.
Pengertian Sehat (health) adalah konsep yang tidak mudah diartikan sekalipun dapat kita rasakan dan diamati keadaannya. Misalnya, orang tidak memiliki keluhankeluahan fisik dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa orang yang “gemuk” adalah otrang yang sehat, dan sebagainya. Jadi faktor subyektifitas dan kultural juga mempengaruhi pemahaman dan pengertian orang terhadap konsep sehat.
Sebagai satu acuan untuk memahami konsep “sehat”, World Health Organization (WHO) merumuskan dalam cakupan yang sangat luas, yaitu “keadaan yang sempurnan baik fisik[2], mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat”. Dalam definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. Orang yang tidak berpenyakit pun tentunya belum tentu dikatakan sehat. Dia semestinya dalam keadaan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial.
Pengertian sehat yang dikemukan oleh WHO ini merupakan suatau keadaan ideal, dari sisi biologis, psiologis, dan sosial. Kalau demikian adanya, apakah ada seseorang yang berada dalam kondisi sempurna secara biopsikososial? Untuk mendpat orang yang berada dalam kondisi kesehatan yang sempurna itu sulit sekali, namun yang mendekati pada kondisi ideal tersebut ada.[3]
Dalam kaitan dengan konsepsi WHO tersebut, maka dalam perkembangan kepribadian seseorang itu mempunyai 4 dimensi holistik, yaitu agama, organobiologik, psiko-edukatif dan sosial budaya.Keempat dimensi holistik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.  Agama/spiritual, yang merupakan fitrah manusia. Ini merupakan fitrah manusia yang menjadi kebutuhan dasar manusia (basic spiritual needs), mengandung nilai-nilai moral, etika dan hukum. Atau dengan kata lain seseorang yang taat pada hukum, berarti ia bermoral dan beretika, seseorang yang bermoral dan beretika berarti ia beragama (no religion without moral, no moral without law).
b .Organo-biologik, mengandung arti fisik (tubuh/jasmani) termasuk susunan syaraf pusat (otak), yang perkembangannya memerlukan makanan yang bergizi, bebas dari penyakit, yang kejadiannya sejak dari pembuahan, bayi dalam kandungan, kemudian lahir sebagai bayi, dan setrusnya melalui tahapan anak (balita), remaja, dewasa dan usia lanjut .
c.  Psiko-edukatif, adalah pendidikan yang diberikan oleh orang tua (ayah dan ibu) termasuk pendidikan agama. Orang tua merupakan tokoh imitasi dan identifikasi anak terhadap orang tuanya. Perkembangan kepribadian anak melalui dimensi psiko-edukatif ini berhenti hingga usia 18 tahun.

d.  Sosial-budaya, selain dimensi psiko-edukatif di atas kepribadian seseorang juga dipengaruhi oleh kultur budaya dari lingkungan sosial yang bersangkutan dibesarkan.
(source : https://books.google.co.id)

Sejarah Kesehatan Mental

Gerakan Kesehatan Mental berkembang seiring dengan adanya revolusi pemahaman masyarakat mengenai mental yang sehat dan cara-cara penanganannya, terutama di masyarakat barat. Adapun tahap-tahapan perkembangan gerakan kesehatan mental, yaitu:
TAHAP DEMONOLOGI (sebelum abad pertengahan)
Mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang menentangkekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya, tidak ilmiah dan kurang manusiawi, seperti: upacara ritual,
penyiksaan atau perlakuan tertentu terhadap penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita.
TAHAP PENGENALAN MEDIS (4 abad SM – abad ke-6 M)
Mulai 4 abad SM muncul tokoh-tokoh bidang medis (Yunani): Hipocrates, Hirophilus, Galenus, Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa, mulai menggunakan konsep biologis yang
penanganannya lebih manusiawi. Gangguan mental disebabkan gangguan biologis atau kondisi biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Mendapat pertentangan keras dari aliran yang
meyakini adanya roh jahat.
TAHAP SAKIT MENTAL DAN REVOLUSI KESEHATAN MENTAL
Mulai muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya: Phillipe Pinel. Mengutamakan: persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam penanganan pasien gangguan mental di rumah sakit secara manusiawi. Terjadi perubahan dalam: pemikiran mengenai penyebab gangguan mental dan cara penanganan dan upaya penyembuhan. Tokoh- tokoh lain yang mendukung adalah :
a. William Tuke (abad 18), di Inggris: perlakuan moral pasien asylum
b. Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika Serikat: merupakan bapak kedokteran jiwa Amerika
c. Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman: menyusun klasifikasi gangguan mental pertama
d. Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika: mengajar dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan komunitas perempuan di penjara
e. Clifford Beers (1876-1943), di Amerika: pengusaha yang mendirikan gerakan kesehatan mental di Amerika.
TAHAP PENGENALAN FAKTOR PSIKOLOGIS (Abad ke-20)
Merupakan Revolusi Kesehatan Mental ke-2: munculnya pendekatan psikologis (Psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita gangguan mental secara medis dan psikologis. Tokoh utamanya adalah Sigmund Freud, yang melakukan: penanganan hipnose, katarsis, asosiasi bebas,
analisis mimpi. Tujuannya adalah mengatasi masalah mental individu dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan mental. Intervensi tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis (psikoterapi).
TAHAP MULTIFAKTORIAL
Mulai berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor interpersonal, keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi semua faktor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat. Merupakan Revolusi ke-3 Gerakan Kesehatan Mental dengan tokohnya: Whittingham Beers (buku ”A Mind That Found Itself”), William James, dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini,penanganan penderita gangguan mental, lebih baik dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:
a. pengembangan perbaikan dalam perawatan dan terapi
terhadap penderita gangguan mental
b. penyebaran informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada penderita gangguan mental
c. mengadakan riset terkait
d. mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental.


Adapun organisasi terkait yang berkembang, antara lain: Society for Improvement The Condition of The Insane (London-1842) dan American Social Hygiene Association (AS-1900).


Referensi
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental “Konsep, Cakupan dan Perkembangan”. Yogyakarta. Penerbit Andi


Notosoedirdjo, Moeljono, & Latipun (2002) Kesehatan Mental: Konsep dan